Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin Abu Bakar bin Imam Wadi al-Ahkaf al-Habib Umar bin Saggaf Assegaf lahir di kota Besuki, Jawa timur, pada tanggal 16 dzul-Hijjah 1285 H. beliau kemudian dibawa ayahnya pindah ke Gresik. Tak lama setelah tinggal di kota itu, ayahnya meninggal dunia. Mendengar berita ini, neneknya yang sholihah di Hadramaut; Fathimah binti Abdullah ‘Allan meminta agar Abu Bakar kecil dikirimkan ke Hadramaut.
Pada tahun 1293 H, Habib Abu Bakar berangkat ke Hadramaut dalam usia 8 tahun ditemani seorang shaleh dari kenalan keluarganya yang bernama Syekh Muhammad Bazmul. Kedatangannya di Seiwun disambut oleh paman, yang sekaligus gurunya, Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Kemudian beliau tinggal bersama Habib Syekh bin Umar bin Saggaf as-Saggaf.
Di samping belajar dari dua orang ‘alim di atas, beliau juga belajar kepada ulama Seiwun yang lain seperti :
• Habib Idrus bin Umar al-Habsyi
• Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi
• Habib Muhammad bin ali al-Habsyi
• Habib Ahmad bin Hasan al-Aththas
• Habib Abdurrahman al-Masyhur
• Habib Syekh bin Idrus al-Aydrus
Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi yang melihat tanda-tanda kebesaran dalam diri Habib Abu Bakar, berkata kepada salah seorang murid beliau, “Lihatlah mereka itu, 3 wali dari wali-wali Allah swt, nama mereka sama, dan maqam mereka sama. Yang pertama sudah berada di alam barzah, yaitu Habib Abu Bakar bin Abdullah al- Aydrus; yang kedua engkau sudah pernah melihatnya pada saat engkau masih kecil, yaitu Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Aththas. Dan yang ketiga engkau akan melihatnya di akhir umurmu.”
Setelah menuntut ilmu disana, pada tahun 1303 H beliau kembali ke pulau Jawa bersama Habib Alwi bin Saggaf as-Saggaf. Beliau lalu tinggal di kota Besuki selama kurang lebih 3 tahun. Di kota itu beliau mulai berdakwah. Tahun 1305 H, di usia 20 tahun, beliau pindah ke kota Gresik.
Di samping berdakwah, beliau juga menimba ilmu dari ulama di pulau Jawa seperti :
• Habib Abdullah bin Muhsin al-Aththas ( Bogor )
• Habib Abdullah bin Ali al-Haddad ( Jombang )
• Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib al-Aththas ( Pekalongan )
• Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya ( Surabaya )
• Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi ( Surabaya )
• Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdhar ( Surabaya )
Suatu hari ketika beliau menunaikan shalat Jum’at, datanglah ilhamat rabbaniyah kepada beliau untuk beruzlah. Beliau lalu mengasingkan diri dari keramaian duniawi dan godaannya; menghadapkan diri kepada keagungan Ilahi, bertawajjuh kepada Sang pencipta alam, dan selalu menyebu-nyebut asma-Nya di dalam keheningan. Setelah berkhalwat dengan penuh kesabaran dan ketabahan selama 15 tahun, beliau pun akhirnya mendapatkan izin untuk keluar dari uzlahnya melalui isyarat dari guru beliau Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi.
Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi berkata, “ kami memohon dan bertawajuh kepada Allah swt selama 3 malam berturut-turut untuk mengeluarkan Habib Ab Bakar bin Muhammad as- Saggaf dari Uzlahnya.”
Setelah keliar dari uzlahnya, beliau ditemani oleh Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi berziarah ke makam Habib Alwi bin Hasyim as-Saggaf. Kemudian bersama gurunya, beliau langsung pergi ke Surabaya dan singgah di kediaman Habib Abdullah bin Umar as-Saggaf. Masyarakat Surabaya pun berbondong-bondong menyambut beliau. Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi berkata kepada khalayak yang ada disana seraya menunjuk Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf; “ Beliau adala salah satu khazanah dari khazanah-khazanah keluarga Ba ‘alawi. Kami mengngkapkan ini tidak lain ntuk kemanfaatan manusia, baik yang khusus maupun yang umum,”
Setelah itu Habib Abu Bakar membuka majelis taklim dan dzikir di kediamannya di kota gresik. Masyarakat pun menyambut dakwah beliau dengan penuh semangat. Dalam majelisnya, beliau setdaknya telah menghatamkan kitab Ihya Ulumuddin sebanyak 40 kali. Setiap kali menghatamkan kitab tersebut, beliau biasanya mengundang masyarakat dan menyediakan jamuan untuk mereka.
Beliau dikenal sangat peduli dengan thariqah para salafnya, yakni Thariqah Ba, ‘Alawi. Majelis beliau senantiasa dimakmurkan dengan kajian-kajian ilmiah yang bersumber dari kitab-kitab karya para salaf. Beliau tak pernah bosan menganjurkan mereka yang hadir di pengajian beliau agar menempuh jalan itu qadaman ‘ala qadamin bi jiddin auza’i.
Ketika memimpin majelis, beliau selalu berpakaian rapi. Suatu hari beliau memakai jubah warna hijau, imamah putih dan rida’ ( selendang ) yan indah dengan wajah berseri, beliau berkata, “Aku memaksakan diri untuk berpakaian seperti ini, padahal sesungguhnya badanku saat ini dalam keadaan lemah. Semua ini untuk mengajarkan kepada kalian agar meneladani dan kebiasaan leluhur kita yang shaleh dalam berpakaian, dan agar selalu ada orang-orang yang berpegang teguh pada ajaran salaf dan mengikuti jejak mereka radhiallahu Ta’ala ‘anhum.
Habib Abdul Qadir bin ahmad bin Qithban beberapa kali memberinya kabar gembira, “Engkau adalah pewaris hal kakekmu “Umar bin Saggaf.”
Kelebihan Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf
• Suatu hari, beliau mendapat tamu seorang wartawan dari Timur tengah yang tidak percaya hal-hal yang ada kaitannya dengan kekeramatan dan kewalian. Habib Abu Bakar mempersilahkannya hadir dalam majelis pengajiannya, bahkan duduk didepan. Beberapa kali setelah mengikuti pengajian dan melihat peristiwa-peristiwa luar biasa, sang wartawan mempercayai apa yang sebelumnya tidak ia percayai. Akhirnya ia menyusun sebuah syair, yang berbuyi;
"Wahai Abu Bakar. Pukullah batu yang mengeras dala hatiku dengan tongkatmu agar bisa mengeluarkan dan bisa mengubah pendirianku yang keras."
Sejak itu, ia semakin semangat belajar kepada Habib Abu Bakar.
• Suatu hari Abu Bakar bin Thahir Al-Hamid, pengumpul benda-benda seni antic; berburu barang-barang antic itu sampai menyeberang laut dengan perahu. Sore harinya, Abu Bakar memaksa pemilik perahu mengantarkannya pulang dengan bayaran mahal. Di tengah laut, ombak besar mengombang-ambingkan perahu yang ditumpanginya. Ia pun terus-menerus berdoa' termasuk sholawat Qamarul Wujud, seraya memanggil-manggil nama Habib Abu Bakar. Tiba-tiba perahu itu terbalik. Tapi ajaib, pada saat yang ama, Abu Bakar sudah sampai di Pantai. "Dia itu menguasai ilmu Dark, yaitu ilmu untuk menghadirkan seseorang." Maka berkat izin Allah swt, ia selamat. Ketika itu, ia langsung berziarah ke makam Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf.
Wafatnya
Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf wafat pada malam senin, tanggal 17 Dzul Hijjah 1376 H. Usia beliau saat itu 91 tahun. Jasad beliau di makamkan di sebelah masjid agung Gresik. Menjelang wafatnya beliau berpuasa selama 15 hari dan sering kali berkata’ “Aku merasa bahagia akan berjumpa dengan Allah swt,”
Wasiat dan Nasihat Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf
"Ketahuilah bahwa Allah swt akan memberikan kepada hambanya segala apa yang dipanjatkan sesuai dengan niatnya. Menurut saya Allah swt niscaya akan mendatangkan segala nikmat-Nya di muka dunia, dengan cara terlebih dahulu Dia titipkan di dalam hati hamba-Nya yang berhati bersih. Untuk itu kemudian dibagi-bagikan kepada hamba-Nya yang lain. Amal seorang hamba tidak akan naik dan diterima Allah swt kecuali dari hati yang bersih. Ketahuilah wahai saudaraku, seorang hamba belum dikatakan sebagai hamba Allah swt yang sejati jika belum membersihkan hatinya!"
"Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, hati yang ada di dalam ini ( sambil menunjuk ke dada beliau ) seperti rumah, jika dihuni oleh orang yang pandai merawatnya dengan baik, maka akan nampak nyaman dan hidup; namun jika tidak dihuni atau dihuni oleh orang yang tidak dapat merawatnya, maka rumah itu akan rusak dan tak terawatt. Dzikir dan ketaatan kepada Allah swt merupakan penghuni hati, sedangkan kelalaian dan maksiat adalah perusak hati."
"wahai Sadara-saudaraku, dengarkanlah apa yang dikatakan Habib Ali! Beliau meminta kepada kita untuk selalu meluangkan waktu menghadiri majlis-majlis semacam ini ( ta'lim, Zikir )! Ketahuilah bahwa menghadiri suatu majlis yang mulia akan dapat menghantarkan kita kepada suatu derajat yang tidak dapat dicapai oleh banyaknya amal kebajikan yang lain. Simaklah apa yang dikatakan guruku tadi!"
"Di zaman ini, hanya sedikit orang yang menunjukkan adab luhur dalam majlis. Jika ada seseorang yang datang, mereka berdiri dan bersalaman atau menghentikan bacaan, padahal orang itu dating ke majlis tersebut tidak lain untuk mendengarkan. Oleh karenanya, banyak aku jumpai orang di zaman ini, jika datang seseorang, mereka berkata, "silahkan kemari" dan yang lain mengatakan juga "silahkan kemari" sedang orang yang duduk di samping mengipasinya.
Gerakan-gerakan dan kegaduhan yang mereka timbulkan menghapus keberkahan majelis itu sendiri. Keberkahan majlis bisa diharapkan, apabila yang hadir beradab dan duduk di tempat yang mudah mereka capai. Jadi keberkahan majlis itu pada intinya adalah adab, sedangkan adab dan pengagungan itu letaknya di hati. Oleh karena itu, wahai saudara-saudarku, aku anjurkan kepada kalian, hadirilah majlis-majlis khoir ( baik ). Ajaklah anak-anak kalian kesana dan biasakan mereka untuk mendatanginya agar mereka menjadi anak-anak yang terdidik baik, lewat majlis-majlis yang baik pula!"
"Saat-saat ini aku jarang melihat santri-santri atau siswa-siswa madrasah yang menghargai ilmu. Banyak aku lihat mereka membawa mushaf atau kitab-kitab ilmu yang lain dengan cara tidak menghormatinya, menenteng atau membawa dibelakang punggungnya. Lebih dari itu mereka mendatangi tempat-tempat pendidikan yang tidak mengajarkan kepada anak-anak kita untuk mencintai ilmu tapi mencintai nilai semata-mata. Mereka diajarkan pemikiran para filosof dan budaya pemikiran-pemikiran orang Yahudi dan Nasrani."
"Apa yang akan terjadi pada generasi remaja masa kini? Ini tentu adalah tanggung jawab bersama. Al-Habib Ali pernah merasakan kekecewaan yang sama seperti yang aku rasa. Padahal di zaman beliau, aku melihat kota Seiwun dan Tarim sangat makmur, bahkan negeri Hadramaut dipenuhi dengan para penuntut ilmu yang beradab, berakhlaq, menghargai ilmu dan orang 'Alim. Bagaimana jika beliau mendapati anak-anak kita disini yang tidak menghargai ilmu dan para Ulama? Niscaya beliau akan menangis dengan air mata darah. Beliau menambahkan bahwa aku akan meletakkan para penuntut ilmu di atas kepalaku dan jika aku bertemu murid yang membawa bukunya dengan rasa adab, ingin rasanya aku menciun kedua matanya."
"Aku teringat pada suatu kalam seorang shaleh yang mengatakan; Tidak ada yang menyebabkan manusia rugi, kecuali keengganan mereka mengkaji buku-buku sejarah Kaum Sholihin dan berkiblat pada buku-buku modern dengan pola pikir moderat. Wahai saudara-saudarku! Ikutilah jalan orang-orang tua kita yang sholihin, sebab mereka adalah orang-orang suci yang beramal ikhlas. Ketahuilah Salaf kita tidak menyukai ilmu kecuali yang dapat membuahkan amal sholeh."
"Aku teringat pada suatu untaian mutiara nasihat Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas yang mengatakan; Ilmu adalah alat, meskipun ilmu itu baik ( hasan ), tapi hanya alat bukan tujuan, oleh karenanya ilmu harus diiringi adab, akhlaq dan niat-niat yang sholeh. Ilmu demikianlah yang dapat mengantarkan seseorang kepada maqam-maqam yang tinggi."
Komentar :
Post a Comment