Setelah hampir empat puluh tahun kaum salib menduduki Baitul Maqdis, Shalahuddin L-Ayyubi baru lahir kedunia. Keluarga Shalahuddin taat beragama dan berjiwa pahlawan. Ayahnya, Najmuddin Ayyub adalah seorang yang termasyur dan beliau pulalah yang memberikan pendidikan awal kepada Shalahuddin Yusuf bin Najmuddin Ayyub di Tikrit Irak pada tahun 532 H / 1138 M dan wafat pada tahun 589 H / 1193 M di Damsyik. Shalahuddin terlahir dari keluarga Kurdish di kota Tikrit (140 Km barat laut kota Baghdad) dekat sungai Tigris pada tahun 1137 M. Masa kecilnya selama sepuluh tahun dihabiskan belajar di Damaskus di lingkungan anggota Dinasti Zangid yang memerintah Syria< yaitu Nuruddin Zangi.
Selain belajar Islam, Sholahuddin pun mendapat pelajaran kemiliteran dari pamannya Asaddin Shirkuh, seorang panglima perang Turki Seljuk. Bersama dengan pamannya Sholahuddin menguasai Mesir, dan mendeposisikanb Sultan terakhir dari Kekhalifahan Fatimiah (turunan dari Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad SAW).
Pada tahun 549 H / 1154 M, panglima Asasuddin Syirkuh memimpin tentaranya merebut dan menguasai Damsyik. Shalahuddin yang ketika itu baru berusia 16 tahun turut serta sebagai pejuang. Pada tahun 558 H / 1163 M, panglima Asasuddin membawa Shalahuddin Al-Ayyubi yang ketika itu berusia 25 tahun untuk menundukan Daulat Fatimiyah di Mesir yang dipeintah oleh Aliran Syiah Islamiyah yang semakin lemah. usahanya berhasil, Khalifah Daulat Fatimiyah terakhir Adhid LIdinillah dipaksa oleh Asasuddin Syirkuh untuk menandatangani perjanjian. Akan tetapi, Wazir besar Shawar merasa cemburu melihat Syirkuh semakin populer dikalangan Istana dan rakyat.
Dengan senyap-senyap dia pergi ke BAitul Maqdis dan meminta bantuan dari pasukan Salib untuk menghalau Syirkuh dari pada berkuasa di Mesir. Pasukan Salib yang dipimpin oleh King Almeric dari Jerussalem menerima baik jemputan itu. Maka terjadilah pertempuran antara Pasukan Asasuddin dengan King Almeric yang berakhir dengan kekalahan Assasuddin. setelah menerima syarat-syarat damai dari kaum salib, panglima Asasuddin dan Sholahuddin di kembalikan ke Damsyik.
Kerjasama Wazir besar shawar dengan orang kafir itu telah menimbulkan kemarahan Emir Nuruddin Zanki dan para pemimpin Islam lainnya termasuk Baghdad. Lalu dipersiapkannya tentara yang besar yang tetap dipiompin oleh panglima Syirkuh dan Shalahuddin Al-Ayyubi untuk menghukum si penghianat Shawar. King Almeric langsung menyiapkan pasukannya untuk melindungi Wazir Shawar setelah mendengar kemarahan pasukan Islam. Akan tetapi panglima Syirkuh kali ini bertindak lebih pantas dan berhasil membinasakan pasukan King Almeric dan menghalaunya dari bumi Mesir dengan buruk sekali.
Panglima Shirkuh dan Shalahuddin terus merapat ke ibu kota Kaherah dan mendapat tentangan dari pasukan Wazir Shawar. Akan tetapi pasukan Shawar hanya dapat bertahan sebentar saja, dia sendiri melarikan diri dan bersembunyi. Khalifah Al-Adhid Lidinillah terpaksa menerima dan menyambut kedatangan panglima shirkuh untuk kali kedua. Suatu hari panglima Shalahuddin Al-Ayyubi berziarah ke maqam seorang wali Allah di Mesir, ternyata Wazir besar Shawar dijumpai bersembunyi di sana. Shalahuddin pun segera menangkap Shawar dan dibawa ke istana dan kemudian dihukum mati.
Khalifah Al-Adhid melantik panglima Asasuddin Syirkuh menjadi Wazir besar menggantikan Shawar. Wazir baru itu segera melakukan perbaikan dan pembersihan pada setia institusi kerajaan secara berperingkat. semantara anak saudaranya, panglima Shalahuddin Al-Ayyubi dipoerintahkan membawa pasukannya mengadakan pembersihan di kota-kota sepanjang sungai Nil hingga Assuan di sebelah utara dan bandar-bandar lain termasuk bandar perdagangan Iskandariah.
Wazir besar Shirkuh tidak lama memegang jabatannya, karena beliau wafat pada tahun 565 H / 1169 M. khalifah Al-Adhid melatik panglima Shalahuddin Al-Ayyubi menjadi Wazir besar menggantikan Shirkuh dengan mendapat persetujuan pembesar-pembesar Kurdi dan Turki. walaupun berkhidmat di bawah Khalifah Daulat Fatimiah, Shalahuddin tetap menganggap Emir Nuruddin Zanki sebagai ketuanya.
Nuruddin Zanki berulang kali mendesak Shalahuddin agar menangkap Khalifah Al-Adhid dan mengakhiri kekuasaan Daulat Fatimiah untuk seterusnya diserahkan semula kepada Daulat Abbasiah di Baghdad. Akan tetapi Shalahuddin tidak mau bertindak tergesa-gesa, neliau meperhatikan keadaan sekelilingnya sehingga musuh-musuh dalam selimut betul-betul lumpuh.
Barulah pada tahun 567 H / 1171 mn, Shalahuddin mengumumkan penutupan Daulat Fatimiah dan kekuasaan diserahkan semula kepada Daulat Abbasiah. Maka doa untuk Khalifah Al-Adhid pada khutbah Jum'at hari itu telah ditukar kepada doa untuk Khalifah Al-MUstadhi dari Daulat Abbasiah.
Ketika pengumuman peralihan kuasa itu dibuat, Khalifah Al-Adhid sedang sakit keras, sehingga beliau tidak mengetahui perubahan besar yang berlaku di dalam negerinya dan tidak mendengar bahwa Khatib Jum'at sudah tidak mendoakan dirinya lagi. Sehari selepas pengumuman itu, Khalifah Al-Adhid wafat dan dikebumikan sebagaimana kedudukan sebelumnya, yakni sebagai khalifah.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Daulat Fatimiah yang dikuasai oleh kaum Syi'ah selama 270 tahun. keadaan ini telah lama ditunggu-tungu oleh golongan Ahlu sunnah di seluruh negara Islam khusunya di negara Mesir sendiri, apalagi setelah Wazir besar Shawar berkomplot dengan kaum salib musuh islam. Pengembalian kekuasaan kepada golongan Sunni itu telah disambut meriah di seluruh wilayah-wilayah Islam, terlebih di Baghdad dan syiria atas restu Khalifah Al-Mustadhi dan Khalifah Emir Nuruddin Zanki.
Mereka sangat berterima kasih kepada panglima Shalahuddin Al-Ayyubi yang dengan kebijaksanaan dan kepintarannya telah menukar suasana itu secara aman dan damai. Serentak dengan itu pula, Wazir Besar Shalahuddin Al-Ayyubi telah meresmikan University Al-Azhar yang selama ini dikenal sebagai pusat pengejian syi'ah kepada pusat pengajian Ahlusunnah Wal Jama'ah. Semoga Allah membalas jasa-jasa Shalahuddin Al-Ayyubi. Walaupun sangat pintar dan bijak dalam mengatur strategi dan berani di medan tempur, Shalahuddin berhati lembut, tidak mau menipu atasan demi kekuasaan dunia. Beliau tetap setia pada atasannya, tidak mau merampas kuasa untuk kepentingan pribadi. Karena apa yang dikerjakannya selama ini hanyalah mencari peluang untuk menghalau tentara salib dari bumi Jerussalem. Untuk tujuan ini, beliau berusaha menyatu padukan wilayah-wilayah Islam terlebih dahulu, kemudian menghapuskan para pengkhianat agama dan negara agar peristiwa Wazir besar Shawar tidak berulang kembali.
Dimesir beliau telah berkuasa penuh, tetapi masih tetap taat setia pada kepemimpinan Emir Nuruddin Zanki dan Khalifah di Baghdad. Pada Tahun 1173 M, Emir Nuruddin zanki wafat dan digantikan oleh puteranya Ismail yang ketika itu baru berusia 11 tahunn dan bergelar Mulk Al-Shalih. Para ulama dan pembesar menginginkan Shalahuddin mengambil alih kuasa karena tidak suka kepada Mulk Al-Shalih, dikarenakan dia selalu cuai melaksanakan tanggungjawabnya dan suka bersenang-senang. akan tetapi Shalahuddin tetap taat setia dan mendo'akan Mulk Al-Shalih dalam setiap khutnah jum'at, bahkan mengabadikannya pada mata wang Syiling.
Apabila Damsyik terdedah pada serangan kaum salib, barulah Shalahuddin menggerakkan pasukannya ke syiria untuk mempertahankan kota itu dari kekalahan. Tidak lama kemudian Ismail wafat, maka Shalahuddin menyatukan Syria dengan Mesir dan menubuhkan Emirat Al-Ayyubiyah dengan beliau sendiri sebagai Emirnya yang pertama. Tidak berapa lama kemudian, Sultan Shalahuddin dapat menggabungkan negeri-negeri An-Nubah, sudan, Yaman dan Hijaz kedalam kekuasaannya yang besar. Negara di Afrika yang telah diduduki oleh laskar salib dari NOrmandy, juga telah dapat direbutnya dalam waktu yang singkat. Dengan demikian kekuasaan Shalahuddin telah cukup besar dan kekuatan tentaranya cukup banyak untuk mengusir tentara kafir (kaum salib) yang menduduki Baitul Maqdis selama berpuluh tahun.
Sifatnya yang lemah lembut, Zuhud, Wara' dan sederhana membuat kaum Muslimin di bawah kekuasaannya sangat mencintainya. Demikian juga para ulama senantiasa mendo'akannya agar cita-cita sucinya untuk merampas hak kaum muslimin di Jerussalem berhasil dengan segera.
Setelah merasa kuat, Sultan Shalahuddin menumpukan perhatiannya untuk memusnahkan tentara salib yang menduduki Baitul Maqdis dan merebut kota suci itu seperti semula. Banyak rintangan dan problem yang dialami oleh Sultan Shalahuddin sebelum maksudnya tercapai. Siasat yang mula-mula dijalankannya adalah mengajak tentara salib untuk berdamai. Pada lahirnya, kaum salib memandang bahwa Shalahuddin telah menyerah kalah, lalu mereka menerima perdamaian ini denga sombong. Sultan sudah menyangka bahwa orang-orang kafir itu akan mengkhianati perjanjian, maka ini akan menjadi alasan bagi beliau untuk melancarkan serangan. Untuk ini, beliau telah membuat persiapan secukupnya.
BERLANJUT KEBAGIAN 3 part 2
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Daulat Fatimiah yang dikuasai oleh kaum Syi'ah selama 270 tahun. keadaan ini telah lama ditunggu-tungu oleh golongan Ahlu sunnah di seluruh negara Islam khusunya di negara Mesir sendiri, apalagi setelah Wazir besar Shawar berkomplot dengan kaum salib musuh islam. Pengembalian kekuasaan kepada golongan Sunni itu telah disambut meriah di seluruh wilayah-wilayah Islam, terlebih di Baghdad dan syiria atas restu Khalifah Al-Mustadhi dan Khalifah Emir Nuruddin Zanki.
Mereka sangat berterima kasih kepada panglima Shalahuddin Al-Ayyubi yang dengan kebijaksanaan dan kepintarannya telah menukar suasana itu secara aman dan damai. Serentak dengan itu pula, Wazir Besar Shalahuddin Al-Ayyubi telah meresmikan University Al-Azhar yang selama ini dikenal sebagai pusat pengejian syi'ah kepada pusat pengajian Ahlusunnah Wal Jama'ah. Semoga Allah membalas jasa-jasa Shalahuddin Al-Ayyubi. Walaupun sangat pintar dan bijak dalam mengatur strategi dan berani di medan tempur, Shalahuddin berhati lembut, tidak mau menipu atasan demi kekuasaan dunia. Beliau tetap setia pada atasannya, tidak mau merampas kuasa untuk kepentingan pribadi. Karena apa yang dikerjakannya selama ini hanyalah mencari peluang untuk menghalau tentara salib dari bumi Jerussalem. Untuk tujuan ini, beliau berusaha menyatu padukan wilayah-wilayah Islam terlebih dahulu, kemudian menghapuskan para pengkhianat agama dan negara agar peristiwa Wazir besar Shawar tidak berulang kembali.
Dimesir beliau telah berkuasa penuh, tetapi masih tetap taat setia pada kepemimpinan Emir Nuruddin Zanki dan Khalifah di Baghdad. Pada Tahun 1173 M, Emir Nuruddin zanki wafat dan digantikan oleh puteranya Ismail yang ketika itu baru berusia 11 tahunn dan bergelar Mulk Al-Shalih. Para ulama dan pembesar menginginkan Shalahuddin mengambil alih kuasa karena tidak suka kepada Mulk Al-Shalih, dikarenakan dia selalu cuai melaksanakan tanggungjawabnya dan suka bersenang-senang. akan tetapi Shalahuddin tetap taat setia dan mendo'akan Mulk Al-Shalih dalam setiap khutnah jum'at, bahkan mengabadikannya pada mata wang Syiling.
Apabila Damsyik terdedah pada serangan kaum salib, barulah Shalahuddin menggerakkan pasukannya ke syiria untuk mempertahankan kota itu dari kekalahan. Tidak lama kemudian Ismail wafat, maka Shalahuddin menyatukan Syria dengan Mesir dan menubuhkan Emirat Al-Ayyubiyah dengan beliau sendiri sebagai Emirnya yang pertama. Tidak berapa lama kemudian, Sultan Shalahuddin dapat menggabungkan negeri-negeri An-Nubah, sudan, Yaman dan Hijaz kedalam kekuasaannya yang besar. Negara di Afrika yang telah diduduki oleh laskar salib dari NOrmandy, juga telah dapat direbutnya dalam waktu yang singkat. Dengan demikian kekuasaan Shalahuddin telah cukup besar dan kekuatan tentaranya cukup banyak untuk mengusir tentara kafir (kaum salib) yang menduduki Baitul Maqdis selama berpuluh tahun.
Sifatnya yang lemah lembut, Zuhud, Wara' dan sederhana membuat kaum Muslimin di bawah kekuasaannya sangat mencintainya. Demikian juga para ulama senantiasa mendo'akannya agar cita-cita sucinya untuk merampas hak kaum muslimin di Jerussalem berhasil dengan segera.
Setelah merasa kuat, Sultan Shalahuddin menumpukan perhatiannya untuk memusnahkan tentara salib yang menduduki Baitul Maqdis dan merebut kota suci itu seperti semula. Banyak rintangan dan problem yang dialami oleh Sultan Shalahuddin sebelum maksudnya tercapai. Siasat yang mula-mula dijalankannya adalah mengajak tentara salib untuk berdamai. Pada lahirnya, kaum salib memandang bahwa Shalahuddin telah menyerah kalah, lalu mereka menerima perdamaian ini denga sombong. Sultan sudah menyangka bahwa orang-orang kafir itu akan mengkhianati perjanjian, maka ini akan menjadi alasan bagi beliau untuk melancarkan serangan. Untuk ini, beliau telah membuat persiapan secukupnya.
BERLANJUT KEBAGIAN 3 part 2
Komentar :
Post a Comment